Sabtu, 25 Mei 2013

Worst Day Ever

Aku tidak tahu harus memulai dari mana. Setiap moment yang kulalui begitu terasa menyakitkan. Semuanya tak sesuai harapanku. Mungkin, harapa.nku terlalu tinggi tentang hal ini. Menyesal? Tentu saja! 'Kaduhung sagede gunung'.
Aku tahu, bukan hanya aku yang merasakan hal ini. Aku tahu bukan hanya aku yang takut akan ketidaksolid-an. Tapi, mengapa pengorbanan kami seolah terbuang sia-sia? Mengapa mereka seolah memermainkan rasa solidaritas dan pengorbanan kami? Mengapa harus kami yang mengalah dan meminta maaf ketika kami tidak bersalah?
Ini gila! Padahal, tak ada alasan untuk mengalah dan mementingkan keinginan mereka. Bukankah kami telah memenuhi keinginan mereka? Lalu mengapa mereka harus marah dan mengeluh lelah?
Apa mereka tidak tahu kami harus berjalan jauh hanya untuk menemui mereka dan memenuhi keinginan mereka? Aku tahu mereka juga berjalan jauh, tapi siapa suruh?
Rasanya semua terlihat bodoh dan menyebalkan saat itu. Kalau tidak ingat dengan solidaritas yang mereka gadang-gadangkan, aku sungguh tidak ingin ikut berlibur dengan mereka. Liburan versiku bukanlah jalan-jalan jauh dari rumah dan berekreasi di pantai berpasir putih dengan ombak yang bergulung-gulung, bagiku liburan adalah ketika kita menghabiskan hari-hari kita dengan menonton televisi dengan menikmati camilan.
Well, mungkin aku memang pengecut tidak bisa mengungkapkan hal ini di depan wajah mereka. Ya, aku akui itu. Tapi, jika pun aku mengatakan rasa sebal dan kesalku langsung pada 'Mereka si Penguasa' itu, aku tidak yakin mereka akan sadar. Mereka hanyalah seonggok manusia labil yang gila berlibur, ingin dituruti dan selalu merasa benar.
Aku menyerah. Biarkanlah hari terburuk ini tercatat dalam sejarahku. Hari ini membuatku berpikir kalau solidaritas is BULLSHIT! Whatever about friendship, I'm anti social and proud of it!

posted from Bloggeroid

Kamis, 16 Mei 2013

Gelisah...

Mentari sudah menampakkan cahayanya ketika aku membuka mata. Aku kembali menarik selimutku hingga seluruh tubuhku kecuali kepalaku tertutupi. Aku pun mencoba menutup kembali kelopak mataku, berharap kegelapan yang aku rasa bisa membawaku kembali ke alam mimpi.
Namun tidak bisa, sekali lagi tidak bisa walau aku terus mencobanya tetap tidak bisa!
Kutolehkan pandanganku ke seluruh ruangan, pada kenyataannya inilah hal yang aku sukai. Sunyi, sepi, tanpa ada suara manusia dan tanpa ada manusia lain di rumah ini sehingga aku bisa berpikir jernih.
Pikiranku berkecamuk. Hal 'itu' terus membebaniku beberapa hari terakhir. Hal yang terus kupikirkan sehingga aku harus tidur larut malam.
Jika aku kaji lebih dalam lagi, seharusnya hal ini tidak terlalu membebaniku. Hanya pergi bersama-sama, menikmati indahnya anugerah Yang Kuasa bersama-sama dan tertawa bersama. Bukankah itu meyenangkan? Tapi mengapa tidak untukku?
Rasanya begitu terbebani dengan hal ini. Aku tidak mau mengecewakan siapapun di sini, apalagi sahabatku. Walaupun ada sahabatku yang berpikir sama denganku, tapi apa pengaruhnya? Kami sama-sama tidak mempunyai kekuatan untuk bicara apalagi menolak.
Bodoh! Pikirku. Menghabiskan seluruh waktuku hanya untuk memikirkan hal seperti ini. Menghabiskan waktuku hanya untuk gelisah karena hal kecil seperti ini. Menghabiskan waktuku hanya untuk merenungi mengapa aku tidak bisa bersemangat seperti mereka.
Aku harus bagaimana? Haruskah aku mengikuti alur waktu dan mengikuti apa yang mereka inginkan? Atau haruskah aku pergi dari kenyataan dan merubah takdirku dengan jaminan mereka akan membenciku?
Tolong aku, Tuhan...

posted from Bloggeroid